Rabu, 05 September 2012


Ini didedikasikan khusus untuk teman teman yang telah menemani hari hari bahagia aku di SMA. Asal tahu saja kalian mengajarkan aku sebuah hubungan yang kemungkinan putusnya sangat kecil. Hubungan itu disebut berteman. 

Lebaran lalu, aku dan beberapa teman kita pergi ke pantei. Disebut pantei karena ini letaknya bukan dipinggiran laut. Kalau dipinggir laut biasa kita sebut pantai. Nah berhubung ini di pinggir sungai mari kita namakan ia pantei. Pantei Paur (baca r tidak jelas). Itu terletak di kawasan selat maju sedikit. Agak susah menjelaskannya karena tidak ada angkutan jurusan kesitu. Yang meng invite adalah Irka. Masih ingat Irka teman teman? Yap, betul, yang itu.

Dia kirim sms pukul 11 atau 12 siang, lalu Agya dan Nila berhasil dibujuk untuk ikut serta pada pukul 1. Mereka menjemput aku ke rumah pukul 4. Sebelum kesana, kami harus menyewa Tour guide bernama Ating. Ingat Ating teman teman? Ating stands for Ardi Kiting, yang memberi julukan pertama kali adalah aku. Kemudian Nila alias Nda alias Ndut alias Bunda mengganti pronunciationnya menjadi Diding. Makin jauhlah relasi antara Ardi dan Diding. 

Dari rumah Diding, kita langsung menuju pantai. Sorry aku tidak bisa menjelaskan itu berapa meter dari rumah Diding karena waktu pergi tidak satupun diantara kami yang membawa meteran. Dijalan hari hujan. Berhenti di depan salon. Memutuskan membaca papan harga tarif salon, bacaannya begini :Rebonding, Kriting, Gunting dan aku tau benar kalau yang pake gerund Cuma Rebonding doank. (Gerund adalah verb+ing teman teman). Haha. 

Nila juga cerita soal kuntilanak, agaknya dia lupa, aku akan pulang sendirian setelah mengantar Irka. Sampai dipantai sekitar jam 5. Pantai itu, ahh sulit diungkapkan dengan kata kata. Dia lebih mirip tempat penambangan pasir teman teman. Jika ke pantai yang kalian pikirkan mungkin adalah mengambil banyak foto dengan beach scenery kan?, ini sedikit mirip, take photograph masih mungkin dilakukan, tapi yang lebih menjadi pikiranku adalah membangun rumah dengan pasir sebanyak ini. Siapa tahu jadi penambang pasir kaya. LOL

Sejak kapan ada acara turun kalau ke pantai dan melewati sebuah papan jamban masyarakat? Lalu deg deg an karena takut jatuh. Nila berulang kali menyebut nyebut lumpur hidup. Menyoalkan berat badan dan takut tenggelam di pasir. Oh Nila, masih saja pencemas seperti dulu. Dan yang berhasil kutangkap adalah Agya telah mengurangi frekuensi memekik ketika ketakutan. Sudah berubah, prok prok prok.  

Orang orang melihat kami, bukan karena apa apa, karena kupikir mereka sedang berpikiran begini “Orang dusun mana yang pake baju lebaran ke pantai beginian”. Oh my God, tau apa yang agya rencanakan, teman teman kalau kesini lagi please pake baju buruk saja. Kukira dia akan membongkar lemari dan mencari baju lama miliknya. Karena pada hari pertama dia pakai baju berbahan licin dengan jilbab ribet tambah tas dan sandal lebaran. Aku sebenarnya tak jauh beda. Irka juga, nila sih, jangan ditanya. 

Kalau pergi ke pantai pertambangan pasir ya begini, dari turun jamban harus berjalan sekitar 100 meter jauhnya untuk sampai ke dekat air. Agar bisa berpose seperti benar benar sedang dipantai. Di perjalanan kesana beberapa kali kehilangan keseimbangan karena kaki tersuruk ke pasir. Agya dan lain memutuskan membuka sandal. Saya tau betul perasaan mereka, mungkin sekarang sedang membayangkan berada di Sanur atau Losari.

Disana bakat bakat modeling yang terpendam akhirnya dikeluarkan. Kesimpulannya, semua orang bisa jadi model. Yang membedakan adalah dimana poto mereka akan dipajang. Ada yang berakhir di playboy magazine, newspaper, atau hanya di fesbuk belaka. Yang jelas kita semua model untuk henpon kita sendiri.
Nila, Agya, Irka sudah mulai turun ke air, merendam kaki mereka dipinggir sungai. Lumut lumut kecil hulu hilir diatas air, siapa tahu ketika air dalam, dan pantai ini lenyap, dulunya bagian itu adalah tempat dimana kapasitas konsentrasi meningkat. Maksud saya, tempat dimana dinding terasa dekat, kalian sudah mengerti? Atau tempat dimana jongkok terasa melegakan. Hah *ini klu yang tidak mendidik ya. Maafkan aku. Cuma aku benar benar sedang tidak ingin merendam kaki. Haha

Poto poto selesai. Kaset mengaji di masjid sudah memanggil manggil. Semua punya pikiran untuk pulang kok. Aku yakin itu. Cuma di jalan Irka masih sempat minta poto. Padahal jamban dimana kami turun masih cukup jauh diujung sana. Kami pulang beriringan dengan orang pulang mandi. Ibu itu menggendong anaknya, memegang kotak sabun ditangan kiri dan air seember ditangan kanan. Akhirnya aku tahu air itu untuk mencuci kaki sebelum naik ke daratan. 

Aku senang pantai itu menjadi tempat dimana hubungan yang disebut berteman ini dirajut kembali. Rasanya masih sama lagi pula. Aku masih seperti ini dan kalian juga. Padahal sudah hampir 3 tahun. Bertemu setahun sekali atau setahun 2 kali tidak pernah mengurangi sense of belonging kita ya. Bukan pantainya tapi bertemu kalian. Bukan frekuensi bertemu namun kualitas pertemuan kita. Tetaplah kita berteman.
  
With Love
Silvina Yuza!

1 komentar :