Well, hari ini Minggu 9 September, 12 hari seseorang Ulang
tahun. Dan 21 hari lagi aku yang bertambah usia. Semoga usia yang makin besar angkanya
ini, menambah rasa sayang Allah kepada ku. Amin. Intinya bukan cerita ulang
tahun kok. Ini lumayan seru. Bagi aku. Bodo amat bagi lu.
Ibu ku yang baru pulang dari acara sunatan di rumah mantan
ketua RT tiba tiba ngajakin hang out ke Angso duo. Siapa tau pembaca ada yang
dari tanah majapahit sana. Nah Angso duo sejenis pasar tradisional yang
membolehkan lu tutup idung mulai masuk gerbang pasar sampe toko terakhir nya.
Bau banget. Sumpek, dan kalo hujan becek. Jarang banget ada ojek disono mah. Aku
setuju setuju aje. G tau kenapa. Rasanya memang mau mengabdi lebih banyak
dibulan September. Biar apa ya, biar dibeliin kado ultah yang Oke. Atau minimal
dimasakin yang sedap.
Dijalan aku diem dieman aja sama ibu. Percuma ibu diajak
ngobrol dijalan. Ngomongnya mesti pekik memekik. Sebenarnya bukan ibu doang sih
yang g denger suara ku kalo lagi dimotor. Pucha juga bilang begitu. Suara ku
jenis yang syahdu syahdu gimana gitu, jadi kebawa bawa angin. Dan aku bĂȘte
banget disuruh ngomong kuat kuat atau pekik memekik itu. Jauh banget dari
prinsip hidupku itu mah. Haha
Kecuali ketika lewat depan LPMP, masih aja jalannya satu
jalur. Kalo kemaren yang ambruk adalah jalur sebelah kanan (dari arah telanai)
nah sekarang gentian sebelah kiri. Proyek jalan banyak yang main main ya
sekarang. Ditempat ini juga lah mobil Ertiga silver nyenggol sikut aku sampe
hampir jatuh. Untung aku kuat lo. Kalo g, aku udah terjun kedalam jurang.
Mending jurang beneran. Ini jurang yang disebelahnya ada septic tank. G masuk
daftar imajinasi aku pokoknya. Ibu aku suruh turun dulu ni disini. Karena
lumayan berat, dan mesti manjat trotoar jalan supaya bisa keluar dari lubang
kemacetan sialan.
Masuk dah angso duo. Becek dimana mana. Alias g bisa milih.
Waktu aku mau markirin motor, aku berasa ada nginjak batu gitu didepan aku atau
mungkin di belakang. Yang jelas aku jadi celingak celinguk liat ban motor. Eh
waktu aku lagi asyik celingak celinguk, ada ibu ibu pake baju item item, jilbab
partai warna biru terus sepatu sandal yang motifnya macan, melihat aku dengan
sinis dan memegang tumit kaki kanannya. Aku tatap balik donk. Sampai pada
akhirnya dia bilang “G liat apa?”. Awalnya masih bingung, apa dia pikir aku
buta karena menatap kosong pada dirinya. Tapi setelah aku pikir pikir lagi
sambil ngeliat dia ngelus ngelus tumintnya itu, aku jadi menarik kesimpulan
kalo mungkin yang aku kira batu adalah tumit si ibu ini. Dan ternyata
Absolutely Damned Right Thing bok.
Aku minta maaf, dan g mau jadi remaja durhaka. Aku taruh
dulu motornya di parkiran. Dan aku hampirin si Ibuk ibuk tua itu. “Bu, maafkan
saya ya buk”. Dia bilang “Maaf maaf…. G liat apa”. “Iya buk, maafkan saya ya
buk, gimana donk buk. Sakitnya bagaimana?”. Si ibuk malah masih ngelirik
seperti lirikan kucing ke tikus ngelihat aku yang udah tulus banget mau
nolongin. Kebayang aja gimana kalo itu Ibu aku. Aku juga mesti g rela donk.
Ibuk itu malah mendekat ke tempat parkir dan melihat nomor
polisi motor aku. Lalu pergi menghilang entah kemana. Bagaikan mantan bos
preman yang mau ngadu sama anak buahnya. Itu pikiran buruk aku. Bener bener
buruk. G ada yang ibu aku bisa bilang kecuali “Kok bisa numbur? Kuat numburnya?”
dan itupun sambil milih milih cabe. Padahal anaknya sudah setengah mampus
mikirin apa yang kira kira diperbuat ibuk tadi. Karena nomor polisi motor aku
udah di dia. Aku sampe baca :Inna solati wanusuki wamahyaya wamahmati
lillahirobila’lamin berkali kali. Idung aku udah perih banget. Ibu lama sekali
di tempat Bu’de jualan cabe.
Pokoknya pikiran buruk terus menghantui. Abang abang parkir
yang tadi ngelihat insiden aku sama tu ibuk bilang “Udahlah, kan udah minta
maaf. Masih marah juga, ya bukan salah kita lagi”.
Aku langsung keinget, paginya baca buku yang judulnya
Humortivasi. Kalo posisi memaafkan akan lebih sulit dari pada mintamaaf.
Awalnya aku nolak teori ini. Kenapa? Karena menurut aku, minta maaf lah yang
mempertaruhkan harga diri lebih banyak. Mengalahkan ego manusia manapun didunia
ini yang sifat dasarnya tidak ingin disalahkan. Namun setelah aku liat kejadian
barusan, agaknya betul. Kenapa sulit memaafkan? Karena yang memaafkan lah yang
pernah tersakiti.
Paham aku juga, tidak ada satupun perbuatan yang tak dapat
ganjaran. Jika tu ibuk g maafin aku, aku cuma bisa doa aja sama Allah “semoga
setelah kejadian ini, Allah mengangkat derajat ibuk itu, menghindarinya dari
bahaya yang jauh lebih besar, yang bisa disebabkan oleh kecerobohan di
jalan macem aku tadi.
Tau apa, aku rasa Allah lagi mengganjar dosa yang pernah aku
lakukan juga. Aku pernah marah marah sama pengendara ertiga yang nubruk lengan aku
sampe hampir jatuh. Dan sekarang begini lah rupanya rasanya. Untuk diketahui
bersama, ketika berangkat dari rumah, tak ada seorangpun yang berniat terjadi
apa apa dengan dirinya, maka bila sempat terjadi, seharusnya tak ada yang
berhak merasakan kesal atau amarah. Mungkin akan sakit sebentar lalu lekaslah
obati hati kita. Itu yang penting. Bisalah diumpamakan, bahwa ketika hati kita
tidak merasa sakit, maka kesakitan yang lain akan lebih mudah sembuh. Aku
belajar banyak hari ini.
Sampe ibu selesai belanja aku juga masih mikirin ibuk itu.
Mikirin aku harus minta maaf ke siapa, dan mikirin apa yang bisa dia lakukan
dengan nomor polisi motor aku yang sempat dia lirik itu. Tapi semua pikiran itu
aku buang kedalam becekan. Pokoknya, g mau lagi punya ion negative didalam otak
aku. Semua mesti ion positif, jadi energinya juga positif.
Tau apa yang bisa membuat hilang segala pikiran buruk itu?
Lek Parto tetangga aku, parkir disebelah aku. Tau sama siapa. Sama
selingkuhannya. Itu kabar yang membuat heboh satu BTN seminggu yang lalu. Dia
punya istri lain selain Bu’de. Anak Lek Parto dan Buk de ada 4. Dan mereka juga
sudah bercucu. Tapi lek Parto masih sempat berhianat. Dia g negur aku. Mungkin
malu. Sepenglihatan aku, Bukde tidak kalah cantik sama istri muda Lek Parto,
yang membedakan hanya lah yang baru jauh lebih muda. Memang begitulah laki
laki. Mencintai daun muda. Dan bukan istri muda namanya kalo pada akhirnya si
selingkuhan berumur lebih tua dari istri pertama. Aku senyum senyum sendiri.
Asal tau saja, mungkin cuma aku yang pernah melihat wanita simpanan lek Parto
itu. *Bangga*
Lalu aku teringat ayah yang sedang dalam perjalanan pulang
dari Padang. Segera aku ucapin doa, semoga segalanya lancar lancar saja. Amin.
Melihat perangai Lek Parto, aku jadi tambah sayang dan mencintai ayahku. Dia
tidak menghianati ibuku sekalipun padahal naluri lelaki adalah mendua *BJ
Habibi*. Terima Kasih telah mencintai ibuku, Ayah!